KITAB SUCI DAN BULAN DATANG
Pada Vista Berkarst: Raih Janji pada Penjejakan Sabda, Songsong Kehidupan Hijau
Ajakan tuk Sejenak Berpelesir dari Maumere untuk Hijau Indonesia, Hijau Kita
|
"Kenapa jari yang biasa dipakaikan cincin hanya disebut sebagai jari dan tak ada manisnya?
Karena manisnya sudah di fotografer". |
Dua hari saja tidak cukup untuk menebarkan benih pada para remaja yang menatap manja.
Dua hari tidak punya alibi tuk dikatakan bahwa Sabda sudah menjelma.
Mungkin dua hari saja, Sabda sudah berencana tuk membenamkan diri pada lahan yang subur
Kapan waktunya?
Sabtu, 14 September 2019 dan Sabtu, 21 September 2019
PERJALANAN menuju SMPK Frateran Maumere tidak memakan banyak waktu. Palingan hanya memakan tenaga. Untungnya, tenaga sudah terisi, sekedar segelas kopi pahit yang diseduh dalam suasana tanpa kewibawaan -santai. Tepat pukul 07.30 WITA, rombongan berangkat menuju Maumere. Dengan mengendarai truk terbuka, penuh hasrat untuk mencari waktu dan menabur benih Sabda, para Arnoldian bergerak.
Berbekalkan semangat dan tekad yang bulat, tanpa idealisme-idealisme romantik, truk tanpa atap tidak dilihat sebagai kesulitan. Ini sebagai kesempatan masyuk tuk melihat serentak merasakan kepanasan ketika tidak berada di bawah atap. "Tahan bro. jangan terlalu takut untuk hitam. Sekali-kali kita beda", canda Vino Maing.
Hal pertama yang langsung dilihat ialah papan bertuliskan 'Saya Malu Datang Terlambat'. Komentar lepas bermunculan. Ada yang bilang, kita sudah terlambat lima menit, dan tidak mau masuk lagi. Semua berhenti sejenak, tepat di depan pintu gerbang. Entah hal apa yang terlintas di benak masing-masing, yang paling pertama, tentunya, ada semacam ketakjuban. "Wah, ini sekolah pung oke lai. Beda dengan zaman kami dulu", seru Bogdan Bata, yang kebetulan pernah 'makan-minum' di tempat ini selama tiga tahun.
Pak Thomas Tunga menjemput kami di depan gerbang. Semua guru dan pegawai ternyata sudah menunggu kami, mulai dari depan pendopo, hingga seluruh lorong menuju kelas-kelas. Sekali lagi, semangat kami semakin bertambah sebab asa kami pun telah siap tuk berpelesir bersama para siswa dan siswi yang menanti. Mereka tidak menanti kami dengan kecemasan. Dari raut wajah para ketua kelas yang menjemput kami, kami tahu kalau mereka siap bukan hanya untuk menerima, tapi juga memberi pengalaman mereka. Wajah yang siap membawa perubahan.
"Selamat pagi frater..........."Wala, telinga kami bahkan hampir rusak ketika mendengar sapaan mereka. Misalnya di kelas VIII H, meski berdekatan dengan ruang guru-guru, suara mereka mampu memecahkan keheningan milik sekolah itu. Iya, kesan awal bagi setiap orang yang hendak mencari sasana di tempat ini pastilah sangat mengasyikkan. Bagaimana tidak? Kita hanya melihat vista di sekeliling sekolah. Dan sangat tertata rapi. Ini yang menciptakan kerinduannya tersendiri.
Hal menarik lainnya ialah perbincangan tentang lingkungan. Kebetulan tema katekese kali ini bertolak dari tema umum 'Kabar Gembira di Tengah Krisis Lingkungan Hidup', sehingga masih sangat sesuai dengan situasi global saat ini. Juga sejalan dengan semangat Gereja Lokal dalam gerakan-gerakan bernuansa hijau. Tidak ada banyak teori, kecuali sedikit pendasaran tentang lingkungan macam mana yang hendak menjadi perhatian katekese kali ini. Semuanya belajar dari kisah tentang Nabi Nuh dan Air Bah.
"Lingkungan di Indonesia telah mengalami krisis, yang mengakibatkan kekurangan air hampir di seluruh wilayah Indonesia", jelas Grace, ketua kelas VIII H. "Dan jangankan di Indonesia yang luas, kita di sini pun mengalami kekurangan air. Penyebabnya ialah ketidakpedulian kita terhadap lingkungan sekitar kita", lanjutnya. Ini menjadi bukti adanya kecemasan anak-anak remaja akan krisis kingkungan hidup yang terjadi.
Demi semakin merangsang semangat untuk berpikir serta membangun kesadaran, meski sederhana, kami menyuguhkan film-film animasi tentang lingkungan. Atau ada juga yang bersama-sama menciptakan permainan-permainan kreatif yang bergenre lingkungan. Tidak lupa pula, pastinya, dikaitkan dengan kehidupan sebagai para remaja. Memang, para Arnoldian tidak lewatkan saat-saat seperti ini untuk bermain bersama para remaja. "Sekedar jadi remaja kembali", celoteh Dersen, sembari memamerkan gerakan-gerakan potong bebek angsa yang mereka ciptakan.
|
Rupanya, potong bebek angsa a la Dersen telah bertransformasi menjadi gerakan kepala, pundak, lutut-kaki, lutut-kaki. |
|
Baru awal saja, mereka sudah seheboh ini.
Bukan soal siapa yang paling hitz, tapi tentang seberapa setia kita melakukan rencana-rencana kita....
Go green.. Go green... Go green...
Fr. Bendos bersama teman-temannya
|
Dua jam bukanlah waktu yang banyak, dan dua jam bukanlah waktu yang sedikit. Dua jam adalah waktu antara. Pas untuk berbagi, dan tidak pas untuk belajar. Berbagi dari kesederhanaan dan kekayaan yang dimiliki, serentak kurang waktunya untuk belajar. Belajar itu proses seumur hidup. Kesempatan dua hari dan dua jam, berarti empat jam proses bersama, melahirkan tidak sedikit ide, serta, yang terpenting, pembangunan kesadaran akan realitas yang ada di sekitar.
Tidak heran bahwa, setelah perjumpaan hari pertama, seorang siswi di kelas VIII H, langsung bergerak untuk menanam pohon di depan rumahnya. Dan diberikan nama Pinky pada pohon itu. Sebenarnya, ini hanyalah contoh sederhana yang bisa dibuat oleh siapa saja. Ada juga yang berkomitmen, pada hari pertama, untuk memungut sampah yang berserakkan di sekitarnya. Masih banyak lagi komitmen yang dibangun pada saat itu.
"Tempat sampah memang sudah disediakan di setiap sudut ruangan dan sudut sekolah. Tapi tempat sampah akan menjadi sampah bila tidak ada yang memungut sampah dan disimpan di dalamnya", seru Gilbert.
Pamela Conterius, seorang siswi kelas VIII H, berujar, "Kami mendapatkan, pertama-tama, inspirasi dan motivasi untuk sadar akan bahaya-bahaya yang diakibatkan oleh keengganan kita untuk menjaga dan mencintai lingkungan. Maumere saja yang punya banyak pohon, mengalami kekurangan air (sebagai contoh bahaya kerusakan lingkungan), apalagi daerah-daerah yang pohonnya banyak ditebang". Inspirasi dan motivasi yang didapatkan kiranya punya dampak, walau kecil, untuk membangun perubahan bagi kehijauan kita bersama.
|
Pamela Conterius, baris depan, kedua dari kiri, sedang menyampaikan pesan dan pendapatnya kepada Frater pendamping, dan juga kepada teman-temannya. |
|
Di kelas ini bilangnya ada adik dari seorang konfrater kami.... Yang mana ew... Tanyakan saja pada Frater pendampingnya... |
Lensa akhir dari Katekese
Sabda itu telah menjadi Manusia
Dan
Sabda itu tinggal di antara kita
Dan bulanpun datang
Bukan tuk dicuri kecemerlangannya
Bak lilin di atas kaki dian, ia tak dicipta untuk
dipendam di dalam lumpur
Bulan datang
Bulan pada malam
Dan Bulan Depan
|
Kata su jadi roti dan aqua |
|
Semoga kursi-kursi tidak membatasi senyum bening kita pada Indonesia |
|
Kami satu kelas LIKE dan SUBSCRIBE dobel-dobel yang CINTA LINGKUNGAN |
|
Dua kata saja ka'e-ka'e frater: "GO GREEN" |
Sumpah, meleleh air dahiku membacanya...
ReplyDeleteAhahaha
Mantap markatop��������
Ahahahah........
DeleteYang benar saja ko....
Oke-oke... jangan bosan-bosan tuk mampir