"Saya takut kehilangan kenangan. Apalagi genangan-genangannya yang sebentar lagi hendak waktu uapkan pada labirin kebingungan", gurau Fr. Ivan Kolin saat perjumpaan bersama umatnya hendak berakhir. Adik-adiknya tampak akrab, serasa adik sendiri. Hampir seluruh waktu mereka salalu bersama sebab Sabda sudah benar-benar menjadi daging, dan tinggal di antara umat Paulundu.
Memutar kembali sepersekian detik ke belakang. Bestari sekali.
SDK Wolosambi tampak sudah padat oleh para pencari keharusan. 'Saya harus ranking satu. Saya harus jadi orang pintar. Saya harus bisa disiplin. Saya harus banggakan orangtua saya'. Demikian tenunan keharusan yang dibawa anak-anak dengan kaki mungil pada awal hari, saat mereka berlomba-lomba untuk menaiki tanjakan yang ringan tepat di depan gerbang yang bertuliskan SDK Wolosambi. Dan masih sangat hijau, tapi rumputnya tinggi, seakan melonjaki kepulangan mereka dari liburan semester. 'Selamat datang, dan selamat memasuki kehidupan baru di rumah masa depan', rumput melambai ringan seolah resepsionis.
Sebuah mobil sedan putih berbaris rapi ketika liukan rerumputan melambai perlahan ban hitamnya. Itu kepunyaan salah seorang guru di tempat itu. Di atas tangga, ia menyapa lima orang putra Paulundu dan Sukamaju; Nelis, Ivan, Vincent, Moses, dan Jack. Mereka berlima berdiri menatap dan membaca hampir tiap gerakan yang ada di lingkungan sekolah, termasuk gerakan rerumputan tadi. Sebagaimana anak-anak sekolah tadi, rerumputan pun turut melambai-lambaikan ayunannya pada kelima musafir baru itu. Mereka menjepret.
Mereka, tanpa basa-basi, menuju ruang kepala sekolah. Agaknya ruangan tersebut belum layak tuk menyambut tamu semacam para musafir. Tak ada alasan lain, selain dimaklumi saja keadaan yang masih belum layak pakai. Bukan karena kondisi sekolahnya yang memprihatinkan. Ini karena sekolah sedang dirombak secara besar-besaran. Baiklah. Para musafir itu menyetujui untuk mengikuti keadaan dan aktivitas sekolah..
Tanpa kata lagi, mereka siap berpelesir bersama anak-anak sekolah pada berbagai pos yang sudah dibagikan.
Anak-anak tampak bahagia hari itu. Tentu bukan karena hadirnya para pengelana itu. Tapi, memang mereka sudah bahagia sebab telah bertekad tuk menaklukkan hari itu. Bagaimana dengan para musafir? Tuk menaklukkan hari itu, ini bukanlah pilihan yang mesti, sebab tiap pilihan adalah untuk menaklukkan tiap perjalanan, pun hari itu. Aroma keringat yang dibaui, pertanda kalau peluh bisa jadi renyah karena hasrat gapai mimpi tetap bergantung 5 sentimeter tepat di depan kedipan rindu, mata.
Ternyata, rerumputan tak bermaksud menyambut kedatangan kami. Rerumputan itu sudah benar-benar rindu tuk dijamah dengan cukuran hangat para penghuni sekolah. "Mari, potonglah saya sampai rapi", rintih rerumputan yang sudah menjulang itu. Pengamatannya memang demikian. Langkah-langkah mungil para penghuni sekolah, bahkan, tak tampak saat mereka menjejaki kaki pada hamparan luas lapangan itu. Rerumputan menghalangi ketegasan langkah mereka. Ini panggilan yang bagus. Para pemilik kaki-kaki mungil itu, dengan gigi bersinar, mencukur rerumputan dengan gaya artistik ala mereka.
Salah satu dari kelima musafir itu mengangkat telepon genggamnya yang sudah lama berdering garing. "Dari ketua unit", jelasnya, "Ia ajak kita semua untuk ke SMPK dan SMAK di Paroki". Kelimanya cemberut sebab sudah kerasan, dan memang sedang asyiknya, mengikat suka pada rerumputan di bebatuan yang tunggu dituai. Rerumputan itu mesti dipisahkan dari puzzle bebatuan yang mempercantik jalan menuju perpustakaan baru. Di dalamnya ada banyak buku, yang sudah seharusnya punya gravitasi eksotik sejak jalan masuk, di luarnya.
Semuanya berakhir. Tetapi, tugas di dalam ruang kepala sekolah dan ruang guru belum capai garis finish. Kelima musafir itu memilih untuk melanjutkan pelesiran mereka menuju ruas jalan lainnya. Kata kepala sekolah, tugas ini biar jadi tanggung jawab kepala sekolah dan para guru. Kami boleh pulang. Dan beberapa saat kemudian, para musafir ilmu pun turut pulang, ketika hari ini dahaga mereka sudah terpuaskan. "Besok, kami sudah bisa memakan ilmu". Mereka tertawa. Kami pun turut merasakan oasis yang mereka lahirkan hari ini.
No comments:
Post a Comment