Heran yang Futuristis
HERAN Model kafe futuristis. Sumber: Cafe Jalan Braga Peracik: Vincent Wedjo Filippo…
Beranda Nitapleat; menuju kabar dan informasi tentang rumah Nitapleat (surga tempat mata air akan membasuh air matamu). Salam dari kami semua.
HERAN Model kafe futuristis. Sumber: Cafe Jalan Braga Peracik: Vincent Wedjo Filippo…
POLEMIK PILKADA DI TENGAH PANDEMI COVID-19
Pandemi covid-19 kian meresahkan kehidupan
masyarakat. Para ahli medis terus berusaha mencari solusi terbaik untuk
mematikan virus berbahaya ini atau memutuskan rantai penyebarannya. Namun dalam
pengamatan-pengamatan sederhana bisa dikatakan bahwa usaha-usaha ini kurang
mendapat perhatian yang serius dari masyarakat pada umumnya. Dan kalau ditinjau
lebih dalam sebenarnya bukan hanya masyarakat yang tidak mempedulikan usaha
dari para ahli ini, tetapi juga para politisi dan pemerintah. Atas dasar ini,
lahir sebuah pertanyaan yang cukup sederhana, yaitu: kira-kira siapa yang
bertanggung jawab sepenuhnya atas masalah pandemi covid-19 ini, apakah
masyarakat, para medis ataukah pemerintah?
Setiap orang mungkin saja bisa menjawab pertanyaan
di atas dengan berbagai alasan dan pendasaran-pendasaran logis. Namun penulis
berpendapat bahwa persoalan pandemi covid-19 semestinya menjadi tanggung jawab
semua orang. Mengapa demikian? Karena pandemi ini tidak hanya menyerang
masyarakat, atau menyerang para medis saja atau hanya menyerang pemerintah,
tetapi menyerang semua manusia. Lalu, jika pandemi covid-19 ini menyerang kita
semua, mengapa masih ada masyarakat yang belum memperhatikan dan menjalankan secara
serius protokol kesehatan? Dan pertanyaan yang lebih urgen dan mendesak,
mengapa pemerintah dengan tahu dan mau tetap menyelenggarakan pilkada di tengah
pandemi covid-19 ini? Pertanyaan terakhir ini akan menjadi fokus perhatian
penulis dalam tulisan ini.
Semua orang tahu bahwa untuk terselenggaranya suatu
pilkada membutuhkan dana yang besar dan persiapan yang relatif lama.
Persiapan-persiapan terutama dibuat oleh para calon. Salah satu hal yang dibuat pada masa sebelum
pilkada itu adalah pemaparan visi dan misi dari setiap calon. Kesempatan
pemaparan visi misi tentu momen yang tidak bisa dilewatkan baik oleh masyarakat
maupun oleh calon itu sendiri. Masyarakat bisa menentukan pilihan yang baik dan
mungkin benar bisa saja karena masyarakat sendiri menilai calon saat
berkampanye atau sebaliknya saat kampanye menjadi kesempatan yang baik bagi
para calon untuk mengarahkan pilihan masyarakat. Oleh karena itu pilkada tanpa
kampanye tentu mustahil dan kampanye tanpa massa mungkin sulit.
Gambaran di
atas melahirkan suatu situasi kontradiktif. Pada satu sisi pemerintah
mempropagandakan pelaksanaan protokol kesehatan secara ketat tetapi di sisi
lain memberi peluang terciptanya situasi yang mengumpulkan banyak orang. Dalam
situasi ini, pemerintah memutuskan untuk tetap mengadakan pemaparan visi-misi,
tetapi tanpa tatap muka dan coba menerapkan kampanye lewat daring.
“Saat ini, KPU masih menyiapkan revisi peraturan KPU
tentang kampanye pilkada 2020. Anggota komisi pemilihan umum (KPU) Republik
Indonesia, I Dewa Kade Wiaras Raka Sandi, dalam diskusi daring, senin (21/9),
menjelaskan, KPU akan mengatur kampanye daring. Salah satunya, terkait akun
resmi para calon kepala daerah dan pengawasan terhadap materinya. Pasngan calon
gubernur dan wakil gubernur bisa memiliki 30 akun resmi. Sementara kepala
daerah bisa memiliki hingga 20 akun resmi.” Kompas, Rabu, 23 September 2020,
hlm., 2.
Pertanyaannya,
apakah mungkin kampanye daring bisa berjalan mencapai tujuan yang diharapkan? Dan
apakah semua masyarakat bisa mengambil bagian dalam kampanye daring itu? Dengan
minimnya kemungkinan keterlibatan masyarakat dalam kampanye daring maka
pemerintah tentu berada dalam situasi dilematis antara tetap menerapkan
kampanye seperti biasa selama ini dengan kemungkinan penyebaran virus corona
yang tinggi atau menerapkan kampanye daring dengan kemungkinan keterlibatan
masyarakat yang rendah.
Ada kemungkinan lain yang dipikirkan bahwa kampanye
tetap berjalan seperti biasa tetapi dengan memperketat protokol kesehatan.
Penulis melihat hal ini tetap sangat berisiko. Kesadaran masyarakat untuk
menaati protokol kesehatan masih amat rendah. Hal ini terbukti saat pendaftaran
pasangan calon di beberapa daerah, Manggarai Barat, misalnya. Antusiasme
masyarakat dengan pilihannya mendorong mereka hadir dalam jumlah banyak padahal
sudah dihimbau untuk tidak menghadirkan massa. Pandangan yang mengganggu pun
terlihat jelas dimana banyak orang tidak menggunakan masker. Akankah pilkada
2020 berjalan aman dan bebas dari penyebaran covid-19?
Pemaparan visi-misi lewat daring, tentu akan menimbulkan
banyak persoalan baru, baik itu bagi para calon maupun bagi masyarakat. Kampanye
lewat daring seperti itu sangat tidak efektif karena kampanye merupakan kesempatan
yang sangat penting bagi para calon untuk bertatap muka dengan masyarakat
selain untuk memaparkan visi-misi mereka tetapi juga untuk mengetahui
situasi-situasi masyarakat yang membutuhkan perhatian dari para calon jika
terpilih. Ada beberapa persoalan yang ditemukan
jika kegiatan kampanye daring tetap dilakukan, di antaranya:
Pertama, para
calon tidak bisa mengunjungi wilayah-wilayah di daerahnya terutama wilayah
terpencil yang membutuhkan perhatian serius. Biasanya para calon mengunjungi
masyarakat dan berkampanye di beberapa wilayah jika hal ini ditiadakan maka
calon pemimpin daerah kurang memiliki gambaran mengenai wilayah-wilayah dan
kebutuhan penting dari masing-masing wilayah. Hal ini tentu amat berpengaruh
pada kinerja para pemimpin ke depannya. Mereka tidak mengetahui persis apa yang
dialami dan dirasakan oleh masyarakat akar rumput.
Kedua, tidak
dapat mendengar secara langsung apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Sekurang-kurangnya
pada saat pemaparan visi-misi seperti biasa selama ini ada diskusi antara
masyarakat dengan para calon terutama juga mungkin berkaitan dengan aspirasi
masyarakat yang menjadi kebutuhan mendasar mereka. Hal ini tidak bisa terjadi
jika kampanye dibuat daring.
Ketiga, kampanye
daring bisa berjalan mengandaikan masyarakat memiliki handpone android, listrik
dan jaringan internet. Jika beberapa komponen penting ini tidak ada maka
kampanye daring hanya akan diikuti oleh sebagian kecil orang terutama
orang-orang yang mampu dan memiliki jaringan internet. Oleh karena itu, kampanye
daring sesungguhnya tidak cocok dengan wilayah-wilayah kita yang nota bene
belum merata dalam hal pembangunan.
Persoalan-persoalan inilah yang perlu
dipertimbangkan secara serius dalam rangka penyelenggaraan pilkada di tengah
pandemi covid-19 ini. Selain persoalan-persoalan di atas tetapi juga pemerintah
perlu mempertimbangkan kerugian secara ekonomis bila tetap dijalankannya
pilkada dalam situasi sekarang ini. Pada umumnya pilkada membutuhkan dana besar
untuk pengadakan kotak suara, penggandaan kerta suara, honor untuk para petugas
yang bekerja memperlancar proses pilkada dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Lalu,
jika pilkada dilakukan di tengah situasi sekarang maka anggaran pun akan
melonjak naik karena ditambahkan dengan beberapa perlengkapan protokol
kesehatan. Sementara itu, di sisi lain banyak masyarakat yang menderita akibat
virus corona.
“Kenaikan anggaran signifkan di tengah pandemi
dipengaruhi jumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang perbanyak. Ini sebagai
konsekuensi dari pengurangan jumlah pemilih per TPS dari mula maksimal 800
orang menjadi maskimal 500 orang. Selain itu, biaya yang besar juga untuk
pengadaan alat perlindungan diri penyelenggaran pemilu ataupun untuk pemilih,
seperti masker, hand sanitizer, sarung
tangan, pelindung wajah, dan disinfektan.” (Kompas, Rabu, 23 September 2020,
hlm., 15.)
Melihat kenaikan dana yang akan digunakan dalam plikada
yang akan datang ini, maka adalah lebih baik jika penyelenggaraan pilkada
ditunda supaya segala dana yang dianggarkan untuk pilkada difokuskan untuk
membantu masyarakat akar rumput yang terkena dampak pandemi covid-19. Semua
pihak hendaknya bekerja sama untuk mencari solusi untuk memutus rantai
penyebaran pandemi covid-19.
Siapa saja di muka bumi ini memiliki kemungkinan
terpapar virus corona. Setiap orang bisa menjauhkan diri dari kemungkinan itu
kalau betul memperhatikan protokol kesehatan. Sebagian besar wilayah di
Indonesia tahun ini akan menyelenggarakan pilkada. Ini akan menjadi peluang
baik bagi para politisi tetapi peluang buruk bagi semua warga negara karena
kemungkinan besarnya tingkat penyebaran virus corona. Mari bersama kita
menghindarkan diri dari peluang buruk itu dengan mempertimbangkan penyelenggaraan
pilkada dengan bijaksana.
About Arnoldus Nitapleat
Templatesyard is a blogger resources site is a provider of high quality blogger template with premium looking layout and robust design. The main mission of templatesyard is to provide the best quality blogger templates which are professionally designed and perfectlly seo optimized to deliver best result for your blog.
Mantap fr.... tingkatkan lagi
ReplyDeleteUlasan yg bagus Fr, keep it up,
ReplyDelete