Hujan bulan Desember lalu masih membekas hingga awal bulan Januari. Namanya hujan bulan Januari, sebab Desember yang lalu sudah benar-benar berlalu. Sebagaimana hujan bulan Juni yang sangat dinantikan tuk menyaput panas, hujan bulan Januari dipastikan ada demi memikat semangat berpetualang awal tahun. Januari berkah, dan Wolosambi memanggil, "Mari bertetirah".
Kami menyambutnya dengan hangat.
Perjalanan yang dimulai tepat pukul 07.30 WITA itu membuat kami semua, tanpa terkecuali, merasa kelelahan. Ada yang benar-benar berdoa sepanjang perjalanan, katanya, takut seluruh isi perut keluar. Memang agak berlebihan, tapi ini yang dapat menggambarkan eskpresinya saat itu.
Yang menariknya lagi, banyak yang memindahkan tempat tidurnya ke dalam bus, sementara bus terus melaju kencang, meliuk-liuk manja bak ular yang sedang mengejar mangsa. Bedanya, ular memangsa, kami mengejar asa.
Perjalanan memang melelahkan, tapi ia tetap masyuk. Beriringkan lagu-lagunya Sanza Soleman, kami mulai membuka mata, saat memasuki kawasan berkarst. Orang sering menyebutnya sebagai kilometer 17. Memang letaknya pada kilometer ke-17 dari kota Ende.
Kami diam sejenak. Secara bersamaan, kami memandang ke arah tebing-tebing berkarst itu, dan berdoa dalam hati agar ia tetap kokoh, setidak-tidaknya saat kami lewat. Agaknya cukup egois, tapi kami yakin kalau setiap orang yang lewat di tempat itu, punya doa yang sama.
Pukul 12.30. Panas kota Ende menyambut kami, tepat pada jam maut. Tidak ada yang dapat kami cakapkan, selain menyunggingkan senyum masing-masing, dengan terpaksa, kepada satu sama lain. Saat-saat genting ini mengharuskan kami tuk berjibaku bersama dengan bernyanyi dalam kepanasan.
Syukurlah bahwa Tuhan bekerja melalui keluarga besar dari Frater Calvin Pala, SVD di Woloare. Sekitar lima menit dari kota Ende, kami sudah bisa tiba di rumah keluarganya... Terima kasih buat semua keluarga di Woloare..
|
Fr. Calvin dan keluarga besarnya di Woloare, Ende, yang dengan senang hati menyambut kami... |
|
Rombongan para pelancong dari Maumere, yang hendak mencari jalan yang terbaik bagi panggilan.... |
Ekspedisi melanjutkan perjalanan panjang...
Melewati pesisir pantai, kami keluar dari kota Ende, menuju kabupaten tetangga, kabupaten Nagekeo. Nah, di sini, kami beramai-ramai membuka mata sebab lagi beberapa menit kami sudah memasuki wilayah Nagekeo, dimulai dengan daerah Nangaroro.
Dua kendaraan kami saling mengadu kecepatan, demi merebut posisi pertama sampai di Paroki Wolosambi. Tidak heran kalau sepasang jantung tiap kami hampir copot. Tapi, tak apalah, asalkan kami sudah berada tepat di pertigaan Gako. Pukul 17.15 WITA. Tanya kami pada Frater Endy Si'e, "Lagi berapa menit kita masuk Paroki Wolosambi?" Katanya, 'Tigapuluh menit lagi kita sampai".
Kami mengkitari Gunung Ebulobo, konon disebut sebagai kekasih Gunung Inerie, dan sampai pada kakinya yang dingin, tetapi menyejukkan. Hujan mulai turun dengan manjanya, menyambut kami dengan deraian selamat datang. Kami melewati Kelewae -daerah berair yang subur- dan memasuki wilayah percengkehan.
Kami tertegun. "Cengkehnya wangi sekali", seru Frater Timothy, sembari terjaga dari kontemplasinya sepanjang jalan dari Maumere. Seperti kagumnya Petrus di Gunung Tabor, ia juga berdecak kagum pada wewangian yang menghiasi perjalanan kami beberapa menit lagi.
|
St. Joanne Baptista, pelindung Paroki Wolosambi, sedang membaptis Yesus.... "Mari masuklah, akan ku mandikan kalian semua dengan genangan-genangan kenangan di Wolosambi" |
Selamat datang di Wolosambi, penuh vista cengkeh. "Mari meramu panggilanmu di tempat ini", sapa alam di Wolosambi.
"Mari dan rasakan sendiri seluruh situasi di tempat ini. Tak ada yang istimewa dari Wolosambi, selain pengalaman panggilan kalian semua di tempat ini", sapa RD Rudolf Eka dan RD Vian Sedu, sebagai pastor-pastor di Paroki Wolosambi.
Kami dibagi ke dalam empatbelas stasi yang ada di dalam wilayah Paroki St. Joanne Baptista Wolosambi. Kami pergi untuk merasakan dan turut ada bersama dengan seluruh orang Wolosambi. Panggilan kami didewasakan sekali lagi di loka ini.
Sebuah pengalaman yg luar biasa. Setiap sesi kehidupan selalu menyajikan kisah dgn makna yg menjadi tanda syukurr. Kemana lagi kita akan berkelana, Sobat..?? #Nitapleat_Hoorrroo✊
ReplyDeleteKita hendak berkelana menuju perjalanan tanpa usai... Kita berpelesir beriringan kepada tiada akhir sebuah kisah, yang tak punya permulaan.
Delete